PRINSIP SEBAB AKIBAT DALAM PENELITIAN SEJARAH
Dalam ilmu sejarah prinsip
sebab akibat ini disebut dengan istilah determinisme atau historicisme.
Prinsip sebab akibat ini menurut Sartono Kartodirjo (1993)
pengertiannya adalah bahwa suatu peristiwa sejarah hendaknya diterangkan
dengan melihat peristiwa sejarah yang mendahuluinya. Dengan kata lain
semua akibat itu berawal dari adanya sebuah atau beberapa sebab yang
sebelumnya terjadi. Sebagai contohnya dapat dikemukakan tentang
peristiwa pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh
Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di rumah kediaman
pribadi Soekarno. Pertanyaan yang bisa muncul diantaranya adalah:
bagaimana naskah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu dirumuskan?
Mengapa naskah proklamasi kemerdekaan itu dibacakan dengan mengambil
tempat di rumah pribadi Soekarno? Dan masih banyak pertanyaan lainnya
yang dapat dikemukakan seputar pembacaan naskah proklamasi itu. Menurut
konsep sebab akibat sejarah bahwa suatu peristiwa sejarah diterangkan
oleh peristiwa sejarah yang mendahuluinya. Dalam hal ini peristiwa
sejarah yang mendahului pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan yang
mengambil tempat di rumah pribadi Ir. Soekarno itu adalah peristiwa yang
terjadi sebelumnya, yaitu perumusan naskah proklamasi yang mengambil
tempat di rumah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang, Laksamana
Muda Maeda, yang berada di Jl. Imam Bonjol 1 Jakarta. Di rumah Maeda
hadir para anggota PPKI, tokoh-tokoh pemuda seperti Chairul Saleh,
Soekarni, B.M. Diah, Soediro, Sayuti Melik, dan orang-orang Jepang dari
Angkatan Darat, seperti Nishijima, Yoshizumi dan Myoshi. Perumusan
naskah proklamasi kemerdekaan dilakukan oleh Soekarno, Hatta dan Ahmad
Soebardjo, yang disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah dan Soedirio.
Soekarno menuliskan naskah proklamasi itu pada secarik kertas bergaris.
Setelah mendapat kesepakatan bersama, maka naskah proklamasi tulisan
tangan itu dibawa ke ruang tengah rumah Laksamana Muda Maeda. Naskah
proklamasi itu kemudian diperdebatkan untuk mendapatkan kesempurnaan.
Hal ini terbukti dari adanya tiga coretan, yaitu kata “pemindahan”,
“penyerahan” dan “diusahakan”. Disepakati pula yang meandatangani naskah
proklamasi kemerdekaan itu ialah Soekarno dan Hatta. Pengetikan naskah
proklamasi dilakukan oleh Sayuti Melik atas permintaan Soekarni. Sayuti
Melik yang mengetik naskah proklamasi itu mengadakan tiga perubahan
yaitu kata “tempoh” diganti menjadi “tempo”, sedangkan bagian akhir
“wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti dengan “atas nama bangsa
Indonesia”. Cara menulis tanggal diubah sedikit menjadi “Djakarta, hari
17 boelan 8 tahoen 05”. Naskah yang sudah diketik itu kemudian ditanda
tangani oleh Soekarno dan Hatta dengan disaksikan oleh semua yang hadir
di rumah Laksamana Muda Maeda. Pembacaan naskah proklamasi itu
disepakati pula akan dilakukan di rumah pribadi Soekarno di Jl.
Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi 56) Jakarta, pada jam 10
WIB. Pemilihan tempat itu dengan maksud atau atas dasar pertimbangan
keamanan dan supaya tidak menyinggung perasaan Saiko Sikikan (Panglima
Angkatan darat ke-16 di Jawa) Jenderal Yuichiro Nagano dan Gunseikan
(Kepala Pemerintahan) Jenderal Yamamoto, sebagai penguasa yang
berkewajiban memelihara status quo di seluruh wilayah yang diduduki
dengan melarang semua kegiatan politik sejak tanggal 16 Agustus 1945 jam
12 siang.
0 komentar:
Posting Komentar