munakahat

02.54 |

Pengertian pernikahan
Akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.
Ada empat pengertian yang disebut dalam al-Qur’an berkaitan dengan pernikahan:
UQDATUN NIKAHI = Bentuk perjanjian yang kuat dalam ikatan pernikahan (surat ke 2 : 237)
ZAOJUN = Pasangan (surat ke 2 : 230)
MITSAAQON GHOLIIZHON = Ikatan yang kokoh (surat ke 4 : 21)
MAWADDTAN WAROHMATAN = Bentuk kasih sayang yang dirahmati (surat ke 30: 21)
Pernikahan merupakan jalan terbentuknya institusi keluarga. Melalui keluarga terwujud pilar kokoh kehidupan. Dalam menempuh kehidupan, seseorang memerlukan pendamping sebagai tempat mencurahkan suka maupun duka. Hidup berpasangan (nikah) adalah kebijaksanaan Allah SWT terhadap seluruh makhluknya.
Pernikahan (hiduo berumah tangga) merupakan fitrah (pribadi masyarakat). Itulah sebabnya kenapa Islam mengecam keras hidup pelacur, homo dan lesbian, karena bertentangan dengan fitrah manusia. Sejalan dengan itu pernikahan menjadi kendali untuk tidak menuruti hawa nafsu bagi manusia.
Fungsi Pernikahan
1. Sebagai salah satu pilar kokohnya sebuah masyarakat, pernikahan dalam Islam tak hanya masalah individu, masyarakatpun memiliki kewajiban untuk memperhatikan masalah ini. Allah SWT berfirman dalam surat an-Nur [24]: 32 yang artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk nikah)..”
2. Sebagai penangkal dan penerus kelangsungan hidup manusia, kesinambungan hidup manusia dan kebudayaan merupakan prasyarat utrama terlaksananya tugas khalifah di muka bumi.
3. Merupakan perlindungan bagi terjadinya akhlak dan tata susila. Kecendrungan melakukan hubungan lawan jenis merupakan sesuatu yang fitrah dalam diri manusia sedangkan bingkai yang benar dari dorongan ini adalah dengan cara menikah.
4. Merupakan jalan bagi berlangsungnya proses pemebentukan dan penanaman nilai, pembentukan kepribadian, pembagian tugas yang jelas antara suami-istri dan anak, akan membuat proses penanaman nilai ini berlangsung mulus.
5. Kata sakinah, mawaddah warahmah adalah seuntai kata yang didamba setiap pasangan. Terwujudnya ketentraman, cinta kasih sayang hanya dapat dicari di dalam atau setelah nikah, karena itu Islam tidak mengenal onsep “pacaran”. Dengan demikian barulah Allah SWT memberikan mawaddah dan rahmatnya sebagai hak pererogratif-Allah.
Untuk mendapat rumahtangga sakinah, mawaddah warahmah renungkan dua hal di bawah ini:
1. Allah SWT telah menciptakan manusia berikut pasangannya, oleh karena itu manusia tidak perlu gelisah dalam masalah jodoh, kalau ingin mendapatkan pasangan yang baik, maka harus mengkondisikan diri menjadi pribadi yang baik, pasangan kita adalah cermin diri kita sendiri.
2. Ketentraman batin dan kasih sayang hakiki yang dirasakan dalam perkawinan merupakan kepuasan psykologis yang tidak mungkin di dapat di luar perkawinan, dan untuk mempersatukan hati manusia, ada suyaratnya yaitu hati yang sudah tersibghah dengan nilai-nilai taqwa.
Maka hendaklah kedua pasangan menjalankan fungsi tersebut dengan sebaik-baiknya pasti Allah akan mengabulkannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pernikahan
1. Adanya kesiapan fisik dan mental. Usia ideal menurut kesehatan 20 – 25 tahun bagi wanita dan usia 25 tahun bagi pria.
2. Kematangan mental dan kepribadian pendidikan, perbedaan umur minimal 5 tahun antara laki-laki dan wanita.
Rasulullah bersabda dalam sebuah haditsnya: “Hai para pemuda barangsiapa yang sudah mampu nikah, endaklah ia nikah karena sesungguhnya pernikahan itu akan mampu mengendalikan mata dan menjaga syahwat, namun bila ada yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, karena dengan  puasa dapat dijadikan benteng terhadap godaan nafsu.” (HR. Jama’ah).
Faktor-faktor penting dalam memilih pasangan
1. Satu agama.
2. Hindari pasangan yang buruk kepribadiannya.
3. Tetap memelihara kesucian diri dalam pergaulan, karena pernikahan adalah ikatan suci, maka dalam proses memilih pasangan pun tetap menempuh jalan kesucian.
4. Memohon pertimbangan kepada Allah melalui salat istikharah.
HUKUM PERNIKAHAN
1. Mubah/jaiz; dibolehkan menikah asal terpenuhi syaratnya.
2. Sunnah; siapa saja yang mampu memenuhi syarat nikah, namun tidak khawatir berbuat zina, maka ia disunnahkan menikah.
3. Wajib; hukum ini dikenakan bagi yang sudah memenuhi syarat sehingga dikhawatirkan terjadi perzinaan maka ia wajib menikah.
4 Makruh; mempunyai keinginan menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah (sandang, pangan dan papan).
5. Haram; hukum ini dikenakan bagi siapa saja yang menikah namun mempunyai maksud yang buruk/jahat, baik untuk pasangannya maupun diri sendiri.
TUJUAN MENIKAH
1. Tercapainya ketentraman hati dan ketenangan pikiran karena kehidupan yang diliputi cinta, mawaddah warahmah lahir dan batin antara suami-istri.
 
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. 30: 21)
2. Untuk memperoleh keturunan yang sah

Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. [42]: 50)
3. Sebagai alat kendali bagi manusia agar tidak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (QS. 17: 32)
4. Untuk mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera (keluarga sakinah)
“Hai para pemuda barangsiapa yang sudah mampu nikah, hendaklah ia nikah karena sesungguhnya pernikahan itu akan mampu mengendalikan mata dan menjaga syahwat, namun bila ada yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, karena dengan  puasa dapat dijadikan benteng terhadap godaan nafsu.” (HR. Jama’ah).
5. Memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan suci.

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. 2: 223)
RUKUN NIKAH
1. Aqad atau sighat atau Ijab – Qabul
Ijab; perkataan wali perempuan seperti “Aku nikahkan engkau dengan Aisyah binti Abdul Hakim dengan maskawin seperangkat alat salat tunai.”
Qabul; perkataan dari pihak mempelai laki-laki seperti: “Saya tarima nikahnya Aisyah binti Abdul Hakim dengan maskawin seperangkat alat salat tunai.”
2. Adanya calon suami
3. Adanya calon istri
4. Wali mempelai perempuan, yaitu seorang yang mengizinkan dan menikahkan mempelai perempuan.
Ada dua macam wali: Nasab dan Hakim
Wali Nasab, wali berdasarkan nasab (pertalian darah):
1. Bapak kandung
2. Kakek dari bapak
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki sebapak
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6. Anak laki-laki dari saudara sebapak
7. Saudara bapak yang laki-laki (paman)
8. Anak laki-laki paman dari pihak bapak
Wali Hakim, yaitu wali yang berdasarkan wewenang. Karena tidak adanya wali nasab.
5. Dua orang saksi
Wanita yang tidak boleh dinikahi
1. Mahram karena keturunan:
– Ibu dan seterusnya ke atas
– Anak perempuan dan seterusnya ke bawah
– Bibi, baik dari pihak bapak atau ibu
– Anak perempuan dari saudara perempuan atau saudara laki-laki
2. Mahram karena hubungan pernikahan:
– Ibu dari istri (mertua)
– Anak tiri (bila ibunya sudah dicampuri)
– Istri bapak (ibu tiri)
– Istri anak (menantu)
3. Mahram karena susuan:
– Ibu yang menyusui
– Saudara perempuan sesusuan
4. Mahram karena dengan maksud dikumpulkan (dimadu):
– Saudara perempuan dari istri
– Bibi perempuan dari istri
– Keponakan perempuan dari istri
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTRI
Kewajiban Suami
– Menjadi pemimpin, memelihara dan membimbing keluarga lahir dan batin serta menjaga dan bertanggungjawab atas kesejahteraan keluarganya.
– Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal
– Bergaul dengan istri secara ma’ruf dan memperlakukan keluarganya dengan cara terbaik.
– Masing-masing anggota keluarganya, terutama suami dan istri bertanggung jawab sesuai dengan fungsi dan peranannya.
– Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sepanjang sesuai norma Islam, membantu tugas-tugas istri serta tidak mempersulit kegiatan istri.
Kewajiban istri
– Taat penuh kepada perintah suami sesuai dengan ajaran Islam.
– Selalu menjaga kehormatan diri dan rumah tangga.
– Bersyukur atas nafkah yang diterima dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.
– Membantu suami dan mengatur rumah tangga sebaik mungkin.
Kewajiban suami-istri
– Memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-bainya
– Berbuat baik terhadap mertua, ipar dan kerabat lainnya baik dari suami atau istri
– Setia dalam hubungan rumah tangga dan memelihara keutuhannya
– Saling bantu antara keduanya
THALAQ (Perceraian)
Talaq atau perceraian adalah memutuskan tali ikatan pernikahan. Hukum asalnya adalah Makruh.
HUKUM TALAQ
Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami-istri yang tidak bisa didamaikan dan hakim memandang perlu bercerai
Sunnah, apabila suami tidak sanggup lagi menunaikan kewajibannya atau perempuan tidak bisa menjaga klehormatan dirinya.
Haram, apabila istri dalam keadaan; Haid atau hamil dan keadaan suci yang dicampuri pada waktu itu.
BENTUKNYA
1. Talaq adalah perceraian yang dijatuhkan suami atas kehendaknya sendiri. Maka si suami berkewajiban memberikan sesuatu yang berharga (Mut’ah)
2. Talaq Khulu’ (Talak Tebus)
Talaq ini dijatuhkan suami, karena menyetujui dan memenuhi permintaan cerai istrinya dengan membayar tebusan dari pihak istri atau pengembalian mahar.
3. Talaq Fasakh
Talaq yang dijatuhkan oleh hakim atas pengaduan istri. Talaq fasakh dapat dilakukan karena:
– Adanya aib atau cacat pada salah satu pihak
– Suami tidak mampu memberikan nafkah
– Adanya penipuan dari pihak suami
– Diketahui adanya hubungan mahram antara suami-istri
Jumlah/Batas Talaq
Suami-istri yang telah bercerai masih mungkin untuk berkumpul kembali namun untuk menghindari tindakan sewenang-wenang, maka jumlah talaq yang membolehkan suami kembali kepada istrinya dibatasi hanya sampai dua kali.
Setelah talaq jatuh tiga kali, suami-istri tidak boleh lagi kembali kecuali istri telah kawin lagi dengan orang lain, atas dasar suka sama suka sesudah bergaul dan cerai lagi.
Bila terjadi talaq kesatu dan kedua, konsekwensinya adalah suami dapat berkumpul kembali, disebut Talak Raj’i. Sedang bila terjadi talaq ketiga dinamakan Talaq bain, dengan konsekwensi suami sudah tidak dapat berkumpul kembali kecuali dengan syarat-syarat di atas.
Cara menjatuhkan talaq
– Dengan kata-kata yang jelas (sharih), misalnya suami berkata kepada istrinya, “Engkau saya talaq, engkau saya ceraikan.” [Diikuti dalam hatinya ingin menceraikan istrinya].
– Dengan kata-kata samar atau sindiran (kinayah), misalnya suami berkata: “Pergi engkau dari sini.” Atau “Pulang ke rumah orang tuamu.”  [Diikuti dalam hatinya ingin menceraikan istrinya].
Peraturan Khusus:
 LI’AN, yaitu suami dan istri saling melaknat. Suami menuduh istri berzina tapi tidak dapat membuktikannya dengan 4 saksi, maka dia harus bersumpah 4 x sumpah dengan mengatakan: “Kalau saya dusta, maka laknat Allah untuk diri saya.” Kemudian istrinya menolak dengan 4x sumpah dengan ucapan seperti di atas. Akibatnya suami-istri tersebut menjadi cerai.
 ZIHAR, yaitu mengharamkan istri dengan menyamakannya seperti ibu sendiri (seperti mengatakan: “Kamu seperti punggung ibuku”), maka untuk menghalalkan kembali suami wajib membayar kifarat.
 ILA, seorang suami yang marah sampai mengharamkan istrinya bergaul dengannya atau bersumpah hendak menjauhkan dirinya dari istrinya untuk dapat menggauli kembali istrinya, wajib membayar kifarat sumpahnya.
 IHDAD, berkabungnya seorang istri karena suaminya wafat, yaitu tidak memakai wangi-wangian dan lain-lain (tidak mempercantik diri).
 TA’LIK TALAQ, seorang suami yang melanggar janjinya ketika diucapkan saat aqad nikah, seperti tidak memberi nafkah istri 6 bulan berturut-turut, atau menyakiti badan istri dan istri tidak ridho kemudian mengadukan ke Pengadilan Agama maka jatuhlah talaq satu.
 NUSYUZ, istri durhaka karena melakukan maksiat.
Ada tiga langkah yang harus dilakukan suami jika istrinya durhaka: pertama, memberi nasihat, kedua pisah ranjang dan ketiga memukul bagian yang tidak membahayakan jika tidak berubah juga melalui tiga langkah tadi lakukan musyawarah yang diwakili dari kedua belah pihak keputusan dari musyawarah itu hanya dua teruskan pernikahan atau talaq.
HIKMAH TALAQ
Setiap aturan yang diturunkan oleh Allah SWT yang biasa disebut dengan istilah Syari’at Islam, tidak bertujuan untuk membebani atau memadharatkan (merugikan) umat-Nya. Begitu juga dengan disyari’atkannya talaq, diantara hikmahnya adalah:
– Menghindari kemudaratan dan penderitaan
– Melestarikan tali silaturahim
– Memberi kedamaian lahir dan batin
– Memungkinkan untuk islah (berdamai)
– Berpisah dengan baik-baik
IDDAH
Iddah adalah masa menanti bagi kaum perempuan yang diceraikan suaminya (baik cerai hidup atau cerai mati). Tujuan ditetapkan iddah, salah satunya adalah kandungannya, hamil atau tidak.
Macam-macam Iddah
 Wanita yang ditinggal mati suaminya, idahnya ada dua macam:
– Apabila sedang hamil, iddahnya sampai anak lahir
– Apabila tidak hamil, iddahnya 4 bulan 10 hari
 Perempuan yang dicerai suaminya, iddahnya:
– Apabila sedang hamil, iddahnya sampai saat lahir
– Apabila tidak hamil, iddahnya 3 kali suci (quru’)
 Apabila tidak haid, iddahnya 3 (tiga) bulan. Wanita yang tidak haid; karena tidak pernah haid selama hidupnya atau sudah tidak pernah haid lagi (menopause)
Kewajiban suami dalam masa Iddah
– Memberikan makanan, pakaian dan tempat bagi istri yang ditalak raj’i
– Memberi tempat kediaman bagi sang istri yang di talak tiga dan talak tebus apabila tidak mengandung
– Memberikan makanan, pakaian dan tempat bagi istri yang di talak tiga dan talak tebus apabila mengandung
RUJU’
Ruju’ adalah: kembalinya suami kepada istri yang telah ditalaq, yaitu talaq satu atau talaq dua.
Hukum Ruju’ (asal hukumnya adalah MUBAH), hukum yang lain sesuai dengan alasannya bisa juga:
Sunnah, apabila maksud ruju’ untuk memperbaiki hubungan antara keduanya
Makruh, apabila perceraian lebih bermanfaat bagi kehidupan mereka
Haram, apabila menyebabkan satu pasangan, baik istri maupun suami teraniaya.
Rukun Ruju’
– ISTRI disyaratkan: sudah pernah bercampur suami-istri, jenis talaq-nya Raj’i, masih dalam iddah.
– SUAMI disyaratkan: baligh, berakal, dan dengan kemauan sendiri.
– SIGHAT (ucapan): terang-terangan (Sharih), sindiran (Kinayah).
HIKMAH RUJU’
– Merajut kembali barang yang pecah
– Menemukan cinta kasih yang baru
– Menyelamatkan aset keluarga
HIKMAH PERNIKAHAN
1. Menentramkan hati, menenangkan pikiran, melegakan perasaan.
2. Menyalurkan hajat fitrah biologis yang sah dan mendapatkan keturunan guna melanjutkan kehjidupan manusia yang berkualitas alias tidak asal.
3. Membina silaturahim keluarga sejahtera, bertanggung jawab sesuai dengan fungsi ibu dan bapak dalam rumah tangga yang sakinah.
4. Menjaga diri dari penyakit-penyakit kelamin yang merusak fisik, mental, serta terhindar dari krisis moral dalam masyarakat.
5. Meningkatkan tanggung jawab.
PERNIKAHAN MENURUT UUD NO 1 TAHUN 1974
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14 bab, dan terbagi dalam 67 pasal. Di antaranya:
1. Pengertian perkawinan
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahadia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME.”
2. Pencatatan perkawinan
Tercantum pada pasal 2 ayat (2): “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Tujuannya:
– Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat.
– Pencatatan perkawinan harus dilakukan oleh pegawai pencatat nikah.
– Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah.
– Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
3. Sahnya perkawinan
Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa:
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.”
Menurut hukum Islam bahwa laki-laki muslim hanya boleh menikahi wanita muslimah atau ahli kitab. Sedang wanita muslimah hanya boleh dinikahi oleh laki-laki muslim saja.
Pernikahan antara laki-laki Muslim dan wanita Muslimah adalah sah, dan pencatatan nikahnya di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan pencatatan nikah antara Muslim dengan non Muslim atau antar agama selain Islam dilakukan di Kantor Catatan Sipil, bukan di KUA.
4. Tujuan perkawinan
Menurut UUD Nomor 1 Tahun 1974, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu, suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya demi tercapainya kesejahteraan spiritual dan material.

0 komentar:

Posting Komentar